I'm exactly remember when I met him. Called him dokterandes (After this, I write as Drs) :)
At that time, He added my facebook account to be his friend. I didn't khow why :o Usually I ignored all my friend request directly. But, I repeat it again, if I DIDN'T KNOW WHY (iyaiya, maksa banget) at that time I confirmed his request directly :') (so sweet gak sih? biasa aja) When I confirmed him, I felt there is something different, something special, n something familiar..
After happening, He and I wrote wall-to-wall continuously. And finally, he asked my phone number via private message (powered by Facebook :)). Then he and I sent messages continuously
Drs:
Minggu, 05 Februari 2012
Punkers are NOT a Rubbish
Garuda di dadaku
Garuda kebanggaanku
Ku yakin hari ini pasti
menang.
Kobarkan semangatmu
Tunjukkan keinginanmu
Ku
yakin hari ini pasti menang.
Tentu kita tidak asing lagi dengan
cuplikan lagu di atas, yaitu lagu dengan judul “Garuda di Dadaku”. Itulah lagu
yang berhasil mengobarkan semangat Timnas Indonesia dalam laga AFF dan berhasil
membawa nama Indonesia menjadi juara runner up dalam laga tersebut. Kali ini
saya tidak membahas mengapa lagu itu bisa sedemikian berartinya dalam
membangkitkan semangat bangsa Indonesia, tetapi saya akan membahas siapa yang
menciptakan lagu “Garuda di Dadaku”? Siapa pula yang memomulerkan lagu itu? Ya,
lagu ini diciptakan atas ide-ide dari Bung Ferry (Asisten manager Persija) dan
band terkemuka di Indonesia, Netral. Kemudian lagu ini juga diaransemen dan
dipopulerkan pula oleh Netral, sebuah band yang beranggotakan anak “Punk” dan
bergenre “Punk”.
“Punk” merupakan suatu aliran
yang berasal dari Inggris dan merupakan kepanjangan dari Public United Nothing Kingdom. Mereka anti dengan peraturan kerajaan
yang memaksa rakyat tanpa memikirkan pandangan rakyatnya. “Punk” masuk ke
Negara Indonesia pada tahun 1867-an yang dipelopori oleh “Punk” original. Di
negara kita, “Punk” terbagi dalam 4 golongan, yaitu:
1. Golongan
“Punk original” yang memang “Punk” yang sebenarnya.
2. Golongan
“Punk rock” yang mengidentikkan dengan musik-musik ataupun band-band yang
bergenre “Punk” pula.
3. Golongan
“Punk” street yang berkebiasaan berkelana di jalanan dan mengarungi kehidupan
dengan mengamen.
4. Golongan
“Punk” hitam yang mengidentikkan dengan pakaian yang hitam-hitam.
(Bagus,
2010)
Dalam
sebuah blog tahun 2009 yang membahas tentang kelompok sosial mengatakan bahwa
kelompok sosial muncul dikarenakan adanya persamaan tujuan atau senasib dari masing-masing individu,
sehingga muncullah kelompuk-kelompok sosial di dalam masyarakat.
Lalu
bagaimana dengan gaya hidup anak-anak “Punk”? Mengapa mayoritas masyarakat
memandang kelompok sosial yang satu ini sebagai perusak?
Gaya hidup “Punk” mempunyai sisi
negatif dari masyarakat karena tampilan anak “Punk” yang cenderung menyeramkan.
Seringkali masyarakat mengidentikan gaya hidup “Punk” dengan perilaku anarkis,
brutal, kriminal, dan bertindak sesuai keinginannya sendiri, mengakibatkan
pandangan masyarakat akan anak “Punk” adalah perusak, karena mereka mempunyai
gaya yang aneh dan seringnya berkumpul pada malam hari menimbulkan dugaan bahwa
mereka mungkin juga suka mabuk-mabukan, seks bebas dan pengguna narkoba (Array,
2009).
Kehidupan
anak “Punk” tampak seperti kehidupan
anak yang hanya mengisi hari-harinya dengan kesenangan-kesenangan yang
tiada arti. Padahal sebenarnya tidak. Bagus dalam sebuah artikel blog miliknya
mencurahkan kehidupan anak “Punk” yang dia poskan pada tahun 2010. Dia
mengatakan bahwa dibalik kehidupan anak “Punk” yang tampak senang, mereka di
dalam hati menangis. Mayoritas dari anak “Punk” adalah anak-anak yang kurang
beruntung karena kurang mendapatkan kasih sayang dan perhatian dari orang tua,
kemudian mereka lebih memilih hidup bebas di jalanan untuk mencari kesenangan
dan kebebasan sendiri yang tidak mereka dapatkan di lingkungan keluarganya.
Salah satu anak “Punk” dari Bandung juga mengatakan dalam blognya yang bernama PsikoPatriot
bahwa “Punk” juga merupakan sebuah gerakan perlawanan anak muda yang
berlandaskan dari keyakinan we can do it ourselves.
Mereka percaya bahwa mereka dapat hidup sendiri tanpa pantauan dari
keluarga.
Array
dalam blognya juga mengingatkan bahwa di dalam komunitasnya, anak-anak “Punk”
belajar tentang makna kebersamaan. Bersama anak-anak “Punk” yang lain mereka
berbagi suka duka. Bagi mereka “Luka dia adalah luka kita juga!” Itulah prinsip
yang mereka pegang. Motto mereka sendiri, Equality
(persamaan hak), membuat banyak remaja yang tertarik untuk bergabung di
dalamnya. Mereka menjunjung persamaan hak setiap anggota. Misalkan dalam satu
hari mereka hanya mendapatkan 2 bungkus nasi campur, mereka akan membagi 2
bungkus nasi campur tersebut untuk semua anggota dengan sama rata.
Sisi
positif dari anak “Punk” juga tampak dari keseharian mereka yang pada nyatanya
sangat produktif. Array juga menguraikan keseharian anak “Punk” dalam blognya. Mereka
sehari-hari berkumpul dengan kelompok mereka sembari mengungkapkan luapan
perasaan mereka yang terpendam. Luapan perasaan tersebut mereka tuangkan dalam
sebuah lirik lagu. Mereka membuat kaos, celana dan aksesori lain yang bergaya “Punk”,
seperti gelang rantai, jaket kulit, kaos
gelang berbahan kulit, sepatu boot dan
sebagainya. Produk tersebut mereka distribusikan ke pasaran. Kemudian
berkembang menjadi semacam toko kecil yang kini kita sebut sebagai “Distro”. Di
industri ini pun komunitas “Punk” mampu bersaing dengan produk-produk terkenal
yang sudah akrab dengan remaja Indonesia, seperti produk Rockmen, Afends,
Macbeth, BlackJack, cosmic, pacesetter, Balcony . Distro tidak hanya mereka
gunakan untuk memamerkan pakaian serta aksesori-aksesori yang mereka buat,
tetapi mereka juga menggunakan distro sebagai tempat untuk publikasi band-band “Punk”
yang sudah merilis album. Di antara mereka juga ada yang aktif dalam menjaga
agar aliran fashion dan genre “Punk” tidak punah.
Blog
yang bernama “punk33metalpower” menginformasikan kepada kita tentang cara
anak-anak “Punk” dalam meluapkan perasaan mereka terhadap segala sesuatunya. Pandangan
anak “Punk” dalam melihat suatu masalah dituangkan melalui lirik-lirik lagunya
yang bercerita tentang masalah politik, lingkungan hidup, ekonomi, ideologi,
sosial dan bahkan masalah agama. Dari kegiatan ini, mereka juga dapat
menunjukan bakat dan kemampuan mereka yang perlu diacungi jempol. Terbukti dari
banyaknya band-band terkemuka di Indonesia yang bergenre “Punk”, seperti
Netral, SID, KoBe, Seurius, Slank, Tipe-X, Killing Me Inside, Marjinal, Kopral Kobong, Begundal Lowokwaru,
Bling Satan, dan Burgerkill.
Tentu masih banyak lagi band-band
kecil yang tidak dapat tersalurkan masing-masing bakat mereka karena masyarakat
sudah terlanjur menganggap anak-anak “Punk” sebagai sampah masyarakat yang
tidak berguna tanpa memedulikan bakat dan kemampuan mereka yang terpendam. Satu
keunggulan lagi yang menonjol dari anak “Punk” adalah mereka mampu beradaptasi
dengan cepat dan mampu menerima keadaan hidupnya apa adanya. “Punk” adalah
suatu golongan yang cinta damai dan hidup di atas semua golongan (Artikel
Celotehan, 2010).
Dari
uraian tersebut, saya ingin menarik kesimpulan bahwa setidaknya masyarakat
tidak memandang anak-anak “Punk” sebelah mata dan meremehkan mereka dan mau
menerima mereka sebagai bagian dari masyarakat, karena bagaimanapun juga mereka
adalah generasi muda yang berhak menerima pengakuan atas bakat dan kemampuan
mereka. Di samping penampilan mereka yang terlihat menyeramkan dan perilaku
mereka yang anti peraturan, mereka adalah remaja yang memiliki jiwa sosial
tinggi dan produktif dalam bidang musik. Selain itu, mereka juga dapat
mengembangkan perindustrian di Indonesia melalui distro dan memajukan produk
lokal yang unggul di dunia fashion dan mampu bersaing dengan produk luar.
Sabtu, 04 Februari 2012
Langganan:
Postingan (Atom)